Lowongan Kerja Spa Therapist ke Dubai Update 26 April 2013

::Dicari  Spa Therapist untuk mengisi Lowongan Kerja Spa Therapist ke DUBAI dengan Basic Salary USD $700::

Fasilitas lainnya :
Apartement Bintang 4
Medical – Visa Kerja – Tiket PP

Contrak 2 TAHUN

NOte: FREE – Semua biaya ditanggung Owner hanya berlaku 10 hari kedepan. Karena Owner saat ini sudah di Bali untuk melakukan proses Interview. Silahkan send CV ke yanik@spadibali.com

Perkembangan spa di luar negeri, secara tidak langsung mempengaruhi permintaan tenaga kerja spa lokal. Untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada konsumen, tentu saja tenaga kerja spa harus memiliki skill serta kompetensi di bidangnya. Namun tenaga kerja di bidang spa masih minim sertifikasi hingga saat ini.

Hal itu diungkapkan Direktur Bali Citra Internasional, Ni Made Rai Anggreani, S.H., baru-baru ini di Denpasar.

‘’Bertambahnya industri spa belakangan ini di mancanegara memberi peluang lapangan pekerjaan bagi para tenaga kerja Indonesia (TKI). Makin pesat pertumbuhan industri spa ini otomatis akan menambah lapangan kerja bagi TKI, baik untuk kebutuhan di dalam negeri maupun luar negeri,” ujarnya.

Lanjut Anggreani, permintaan tenaga kerja terapis Indonesia makin banyak berdatangan dari mancanegara, mulai dari Dubai hingga Mesir, sehingga perlu adanya sertifikasi spa yang dapat memperkuat kualitas tenaga kerja Indonesia di luar negeri. ‘’Tahun ini saja siswa kami 650 orang telah memperoleh sertifikasi, yakni 40 persennya telah bekerja di luar negeri, 20 persen telah menjadi wirausaha dan sisanya 40 persen telah bekerja di dalam negeri,” ungkapnya.

Kata dia, sertifikasi profesi merupakan suatu cara pemberian jaminan bahwa, profesi yang disertifikasi mempunyai persyaratan sistem sertifikasi yang dapat diterima di dalam dan di luar negeri.

Hal senada diungkapkan Presiden Bali Spa & Wellness Association (BSWA), Lulu Susiana Widjaya. ‘’Perusahaan spa yang ada di Bali mencapai ribuan. Dari jumlah tersebut, banyak yang belum teregistrasi dan tercatat. Apalagi tenaga kerjanya yang telah tersertifikasi,” ujarnya.

Dikatakannya, seiring dengan meningkatnya jumlah perusahaan spa, tentu membutuhkan tenaga kerja yang banyak pula. Untuk itu, diperlukan sertifikasi bagi mereka yang terjun di spa. Dengan sertifikasi tersebut, tenaga kerja spa bukan hanya bisa diserap di spa lokal, namun juga spa luar negeri.

‘’SDM untuk spa, agar mampu bersaing dengan terapis luar, maka kompetensi sekolah spa harus ditingkatkan. Minimal terapis harus memiliki sertifikat kompetensi,” jelasnya.

Untuk lebih mengembangkan dan mempromosikan spa di Bali , aspek pendidikan untuk SDM-nya harus terus ditingkatkan. Dengan begitu, citra pekerja di industri spa tidak hanya dipandang sekadar tukang pijat, namun pekerja profesional di bidangnya.

Sementara itu, menurut Kepala Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Cohespa, Mayasari Tjahjono, sertifikasi kompetensi adalah proses pelaksanaan, penetapan dan pengakuan terhadap pencapaian kompetensi seseorang pada suatu jenis dan tingkat pendidikan yang telah ditetapkan. ‘’Ini berlaku secara nasional serta merupakan suatu cara pemberian jaminan bahwa, profesi yang disertifikasi mempunyai persyaratan sistem sertifikasi,” ujarnya.

Bali dikenal sebagai tujuan spa terbaik di dunia, namun tenaga terapis yang bersertifikasi masih sangat minim. Dari ribuan pekerja spa di Bali , hanya dalam jumlah ratusan yang bersertifikasi atau hanya 3 persen yang diakui kompetensinya.

Menurutnya, melihat kecilnya jumlah tenaga kerja yang bersertifikasi tersebut tentu akan membuat tenaga kerja lokal kalah saing dengan tenaga kerja luar negeri. ‘’Pekerja luar akan gampang masuk ke Indonesia , apalagi mereka bersertifikasi,” ungkapnya.

Selain itu, kata dia, yang menjadi kendala juga yaitu penguasaan bahasa asing. Minimal, menurutnya, tenaga kerja di spa bisa berbahasa Inggris. ‘’Perlu dibekali dengan keterampilan berbahasa asing,” jelasnya.

Lanjut dia, setelah lulus serta memperoleh sertifikat kelayakan, mereka akan sangat mudah terserap ke usaha spa. Mereka tanpa harus melakukan interview, jika sudah memiliki sertifikasi tersebut. ‘’Sertifikasi sudah dicanangkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan didukung sepenuhnya oleh Departemen Pariwisata, khususnya untuk spa. Tetapi kenyataannya, pengertian sertifikasi serta sosialisasi profesi masih kurang, sehingga pengertian spa terapis memerlukan sertifikasi profesi pun belum banyak yang menerapkannya,” jelasnya.

Apalagi, kondisi serta kualitas tenaga kerja Indonesia mulai dari tingkat pendidikan, pendayagunaan, produktivitas serta daya saing masih lemah.

Lanjutnya, untuk mengantisipasi hal itu, sekarang pendidikan profesi baik berupa kursus spa sudah harus mulai membiasakan diri melakukan sertifikasi kompetensi bagi siswa mereka. ‘’Di spa secara khusus, sertifikasi kompetensi masih sangat kurang. Padahal sertifikasi itu amat penting untuk mengukur kemampuan diri mereka sendiri,” katanya.

Mayasari menambahkan, mereka harus makin sadar melakukan sertifikasi, sebab sangat penting dalam persaingan nantinya. Sehingga dengan itu sekolah spa bisa mengukur seberapa besar kemampuan anak didik mereka. ‘’Sertifikasi kompetensi tersebut ada tiga tolak ukurnya yaitu, pengetahuan, sikap serta perilaku. Terapis Bali selama ini kami lihat sudah memiliki ketiga hal itu, mereka punya talent yang cukup bagus serta sikap dan perilaku yang cukup baik, hanya tinggal bagaimana mereka nantinya terjun langsung di usaha spa,” tandasnya.